Declan Rice

Declan Rice dalam 5,000+ kata

Jujur, judul tulisan ini kelihatan kayak orang malas bikin judul. Tapi ya mau gimana, semakin saya mengulik soal Declan Rice, semakin saya kesulitan menemukan kata yang tepat untuk mengapresiasi perannya selama ini.

Jadi ya, Declan Rice. Declan Rice.

Declan Rice!!!

Itu yang terngiang-ngiang di kepala saya…

Bear with me, ini akan jadi tulisan yang panjang. Tapi saya mau usahakan buat ini worth it untuk waktu membaca teman-teman.

Tulisan ini dibuat setelah match vs Bournemouth (H) dan sebelum tandang ke Old Trafford. Jadi, kita akan mulai dari yang masih segar di ingatan kita.

Gol Rice vs Bournemouth.

Gol ini jadi semacam penanda bahwa Rice sudah ber-progress menjadi seorang midfielder yang komplet.

Mari kita runutkan.

1) Ini adalah situasi counter attack di mana Rice masih belum terlihat di frame (!)

2) Melihat 6 pemain Bournemouth ball-watching ke Jesus, Rice dengan sat-set langsung berlari ke arah kotak penalty

3) Setelahnya, Rice terima bola dari Jesus dan kita tahu apa yang terjadi setelahnya~

Proses terjadinya gol ini (juga perannya di match-match sebelumnya) membawa saya makin menyadari dua hal soal Declan Rice:

Pertama:

Seiring berjalannya waktu, Rice meng-unlock potensinya bukan hanya sebagai gelandang bertahan, tapi juga sebagai gelandang yang lebih komplet dalam mengancam gawang lawan.

“When we (Declan Rice and Mikel Arteta) spoke at the start of the season he said he was going to use me across two positions and in my head then I was ready to adapt to either one he wants to play me in”

DECLAN RICE

“He said that you have goalscoring capabilities and capabilities to make assists and make things happen,” Rice recalls. “But obviously he knew my biggest strength was probably playing No 6.”

DECLAN RICE ON MIKEL ARTETA

Nanti kita akan bahas lebih dalam soal ini.

Kedua:

Rice men-transfer skill yang dimilikinya selama ini sebagai gelandang bertahan, untuk jadi ancaman di depan gawang lawan (Transferable Skills)

Ini opini saya sejak melihat dan mengulik angka-angka di balik peran Declan Rice yang lebih menyerang:

Rice bukan tiba-tiba mendapat skill baru, namun lebih ke menterjemahkan kemampuan yang selama ini dia punya menjadi lebih variatif dan berkontribusi lebih banyak untuk Arsenal.

Mari kita kembali lagi ke proses gol lawan Bournemouth di atas.

Pada prosesnya, Rice jadi yang pertama bergerak untuk mengunci satu space untuk dia menerima bola dan kemudian melakukan tembakan.

Kita pause sejenak momen itu di kepala kita, kemudian kita lihat momen yang ini.

Proses tersebut juga ada mirip-miripnya dengan yang terjadi ketika Rice mencoba merebut bola.

Dari jauh, Rice sudah menerka-nerka apa yang terjadi. Bola akan berhenti di mana, lawan akan bergerak ke mana, lalu bisa bereaksi lebih cepat dari lawan untuk mencuri bola dan melancarkan serangan balasan.

“You always get a feel, a trigger, for when to jump onto someone, whether someone has played a bad pass back or there is a chance to squeeze the line, and in that instance the ball got rolled slowly to him and I was just up his back, really”

“I’m already reading the situation two steps before.”

DECLAN RICE on The Athletic piece, Declan Rice: My game in my words

Penerawangan saya terkonfirmasi oleh pernyataan Declan Rice di atas. Intinya, dia bilang dia ada feeling kapan harus bergerak ke lawan (atau space kosong?) dan feeling itu didapat dari kemampuan membaca situasi permainan.

Nah, itu yang saya maksud dengan Transferable Skills. Skill yang kurang lebih mirip cara melakukannya. Namun, bisa untuk tujuan yang berbeda-beda. Yang satu untuk mencetak gol, yang satu untuk merebut bola.

Tulisan ini akan berfokus ke bagaimana Declan Rice mentransfer skill yang ia punya sebelum bergabung di Arsenal, menjadi skill-set yang sangat krusial dalam proses menyerang maupun bertahan Arsenal.

Kita akan bahas jadi 5 bagian:

  • Apa yang dibawa dari West Ham?

  • Bagaimana ketika sampai di Arsenal?

  • Corner Kick Masterclass?!

  • Dua jiwa dalam satu tubuh: Partey & Xhaka

  • Efek Declan Rice membuat lapangan jadi punya kita

Let’s go!

🛠️ Apa yang dibawa dari West Ham?

Sebelum kita bahas “Transferable Skills” lebih jauh, tentu kita harus paham dulu seperti apa Skill yang ditransfer, dan itu bisa kita dapatkan petunjuknya jika kita runut apa yang dilakukan Declan Rice di klub sebelumnya, West Ham.

Mari kita ambil beberapa konteks di West Ham di musim 2022/23. Kita throwback dulu ya… Anggap aja pas baca ini kita belum punya Rice, wkwk.

  • Menurut markstats.club, West Ham ada di urutan ke-11 dalam defensive line tertinggi. Rata-rata 43 m (Arsenal 50 m, urutan 2)

  • Untuk possession, West Ham ada di urutan ke-18 dengan rata-rata 42% (Arsenal 59%, urutan 4)

  • Dari level Directness, West Ham ada di urutan ke-5 sedangkan Arsenal ada di urutan ke-19

Ketika kita tahu bahwa West Ham tidak terlalu banyak pegang bola, maka jika Rice bisa mencatatkan angka ini di musim 22/23, tandanya dia sangat-sangat vital…

Dari mana angka ini datang? Saya akan coba menerkanya dari video dari Twitter @MT_Analysis di bawah ini:

Declan Rice adalah inti dari buildup West Ham. Di mana saat mereka mencoba mengalirkan bola ke depan, Rice yang akan ambil posisi dan selalu tersedia untuk menjemput dan mengantar bola. Melewati press lawan. 1-2 sentuhan, mencari pemain di depan.

Jika kita melihat zona passing-nya selama di West Ham, maka kita akan melihat Declan Rice sangat vital dalam sirkulasi bola dari belakang, kadang juga menempati posisi Left-CB atau Fullback untuk mengalirkan bola.

Juga dengan tipe operannya yang bervariasi. Bisa pendek, menengah, atau panjang. Biasanya umpan akan diarahkan dari sisi kiri langsung menuju zona-nya Bowen / Coufal.

Ada tapi-nya. Kendati pun Rice bisa macam-macam jenis operan, Rice paling jarang mengeluarkan through ball.

Mungkin kalau teman-teman nonton Arsenal juga sadar, karena bedanya begitu jelas dibanding Partey atau Jorginho.

Lanjut. Switch dari kiri ke kanan. Menunjukkan seberapa “Direct” West Ham dengan umpan-umpan Rice.

Nah, dari situ juga yang kadang jadi masalah.

Karena ada kalanya ketika posisi lagi di belakang, Rice tidak mengambil opsi wall-pass tapi malah diumpan jauh ke depan dan tidak akurat.

Kadang, Rice juga meminta bola tapi di situasi yang “awkward” - Sehingga kalaupun dikasih juga belum tentu bisa membantu build-up.

Tapi, di luar itu semua, skill yang nggak bisa ditawar dari Rice adalah kemampuannya membaca permainan. Ketika ia nggak pegang bola. Dia lihat posisi bola di kaki kawannya, lihat lapangan, lihat bola lagi, ambil keputusan.

Itu yang jadi kunci aksi-aksinya berlari ke depan, menggiring bola dari belakang ke depan, maupun mengunci pergerakan lawan dengan teknik tackle-nya yang super bersih dengan fisik yang sangar!

Jadi kita rangkum dulu ya, apa aja yang dibawa Declan Rice dari West Ham ke Arsenal. Harusnya sih, kalau kita nonton tiap match Arsenal sekarang, kita udah tau lah ya:

  • Kemampuan untuk terlibat di segala fase permainan dan menjadi opsi passing. Mengalirkan bola walaupun dalam pressing lawan. Bisa berada di posisi center back maupun maju seakan jadi gelandang menyerang. Hanya kadang meminta bola di situasi awkward atau terlalu memaksakan mengirim umpan-umpan direct ketika bisa main pendek

  • Kemampuan untuk mengirim passing yang bervariasi. Pendek, menengah, panjang. Switch bola jauh dari kiri ke kanan jadi spesialisasi-nya, namun jarang through ball (Membelah lautan~)

  • Kemampuan untuk membaca permainan selangkah-dua langkah di depan sehingga bisa ambil keputusan cepat untuk lari ke depan, giring bola ke depan, maupun mencuri bola dari lawan. Ingat dengan bahasan Transferable Skills di atas? Nah, ini dia contohnya

Nah, sekarang kita lanjut…

🤔 Bagaimana ketika sampai di Arsenal?

Mari kita mulai dengan satu fakta yang kita semua harusnya udah sadar. Skill set di atas akan sangat cocok untuk menjadi gelandang Arsenal. Baik sebagai “6” atau “8”

  • Kemampuan untuk terlibat di segala fase permainan dan menjadi opsi passing → “6”

  • Kemampuan untuk mengirim passing yang bervariasi → “6” & “8”

  • Kemampuan untuk membaca permainan selangkah-dua langkah di depan baik untuk keperluan menyerang dan bertahan → “6” & “8”

Toh, faktanya juga Rice ketika start dimainkan dengan dua role berbeda, kadang sebagai single-pivot atau “6”, atau juga dimainkan bersama Jorginho atau Partey, dan Rice berperan lebih maju sebagai “8” atau Left CM.

Coba kita bandingkan dengan ketika Rice di West Ham dan ketika Rice di Arsenal sebagai “6” maupun “8”. Kira-kira, apa yang akan terlihat berbeda?

Ini data yang saya ambil, sedikit oversimplikasi dalam membandingkan selisih dua data di fb-ref saat Rice main di Premier League untuk West Ham (22/23) dan Arsenal (23/24). Tapi kira-kira dapat lah ya gambaran kasarnya.

Saya akan ambil angka-angka yang menurut saya penting untuk dibahas.

Yang beda ketika di West Ham dengan bermain di Arsenal sebagai “6”:

  • Switches paling berdampak, berkurang 78% dibanding waktu di West Ham ⬇️ 

  • Long pass berkurang 45%, lalu Ball Recoveries dan Interceptions berkurang sebanyak masing-masing 36%. Indikasi bahwa Rice bermain dengan lebih banyak umpan-umpan pendek dan penguasaan bola ketimbang sebelumnya lebih direct di West Ham ⬇️ 

  • Assist, Passes into Penalty Area, Carries into Penalty Area, dan Shot on Target bertambah masing-masing sebanyak 506%, 190%, 60%, dan 107% - Indikasi bahwa Rice bermain sebisa mungkin ikut mengancam gawang lawan ⬆️ 

Yang beda ketika di West Ham dengan bermain di Arsenal sebagai “8”:

  • Bola-bola variasi umpan seperti Switches & Through Ball berkurang 68% & 100% - Cukup memvalidasi bahwa Rice lebih banyak main umpan pendek dan simpel walaupun ada di posisi yang lebih maju dan dekat dengan gawang ⬇️ 

  • Long pass berkurang 33%, lalu Passes into Final Third berkurang sebanyak masing-masing 48% ⬆️ . Indikasi bahwa Rice lebih berada sebagai penerima di Final Third, alih-alih menjadi pengirim umpan - Terlihat juga di Touches (Att Pen) yang bertambah 378% ⬆️ 

  • Assist, Goals, Carries into Penalty Area, dan Shot on Target bertambah masing-masing sebanyak 926%, 180%, 307%, dan 180% - Indikasi bahwa Rice sebagai “8” akan makin bahaya lagi mengancam gawang lawan ⬆️ 

  • Tambahan, Corner Kicks meningkat 329% - Ini akan kita bahas tersendiri 😉 ⬆️ 

Mengancam gawang lawan…

Jadi, kalau mau dikerucutkan lagi. Kira-kira ini yang beda dari Declan Rice ketika di West Ham dan Arsenal:

  • 🦵 Operan-operan untuk membangun serangan lebih pendek-pendek dan lebih dekat ke kotak penalty lawan

  • 🎯 Menjadi lebih produktif dalam mencetak gol dan assist

  • ⏩️ Tidak melakukan operan-operan “fancy” — Terutama ‘Switch’

Nanti kita akan bahas satu per satu. Tapi sebelum itu, saya mau rekomendasikan video YouTube yang bagus. Bagus. Banget. Membahas soal peran Declan Rice dari channel The Different Knock

Saya akan banyak meminjam (Borderline mencontek 😂) insight dari video ini untuk membahas perbedaan Rice di West Ham dan Arsenal.

Dimulai dari…

🦵 Operan-operan untuk membangun serangan lebih pendek-pendek dan lebih dekat ke kotak penalty lawan

Inspired by The Different Knock

GIF yang pertama saya share, saya re-share lagi di sini, ya.

Jadi, ketika di West Ham, Rice biasa memberi opsi passing di tengah. Namun, kalau di Arsenal dicoba, hal itu bakal kurang efektif.

Di GIF di atas, Rice mengoper ke Bowen yang diikuti Coufal. Sekarang bayangkan kalau itu Saka. Ketika bola langsung dibawa ke Saka, kemungkinan dia dijaga hanya 1 bek itu kecil, kan?

Pasti lawan double marking. Udah begitu, kemungkinan low block juga. Kalau cuma ada 1 RB yang support, kemungkinan bola akan sirkulasi kembali ke RB.

Ini waktu baru pertama kali banget main bareng kita

Sebenarnya, prinsipnya tidak beda jauh untuk Rice ketika main untuk West Ham dan Arsenal pada saat itu.

Kasih space untuk available dioper, kemudian mengalirkan bola secepat mungkin ke depan…. Kalau lawannya numpuk pemain di belakang, jadi nggak efektif, kan? Apalagi, di saat itu Rice juga nggak cari posisi agak ke depan

Ujung-ujungnya seperti yang tadi dibilang… Penyerang akan sirkulasi ke belakang lagi karena kurang support.

Jadi, gimana nih? Kita kembali ke artikel interview Declan Rice (Harus banget baca ini!) yang tadi saya kutip di atas. Untuk menanggulangi itu, ada dua prinsip yang disinggung oleh Rice, yaitu:

Pertama → “Good height on the pitch” a.k.a Majuan Dikit Woy!

Dengan prinsip yang sama seperti lawan MU pada gambar di atas, hasilnya akan berbeda ketika Rice lebih peka untuk ambil posisi lebih maju pada saat sirkulasi bola.

Coba saya kasih contoh, ya. Pinjam dari GIF The Athletic ketika main lawan Crystal Palace di Selhurst Park.

Dengan prinsip yang sama seperti waktu main di West Ham, mengambil ruang agar tersedia untuk dioper, dengan terbiasa bermain lebih maju, hasilnya berbeda karena bisa menjadi peluang untuk kita.

“The manager calls it playing in a ‘good height’. If I’m back here (much deeper), we can’t progress the play. We’d end up going back to Ben (White) and back to the centre-half. So that’s why he says he wants his No 6s to always be in ‘good height” — Declan Rice

Kedua → “Same Side” atau bahasa teknis-nya Overload?

Poin kedua ini nyambung sama poin pertama. Arsenal banyak menyerang dari kombinasi sisi sayap.

Kita lihat saat Bournemouth (A), posisi Rice tidak melulu menjaga sisi tengah, tapi berpindah ke kiri dan kanan sesuai kebutuhan dan lama kelamaan jadi lebih maju.

Ini bukan yang gimana-gimana banget, tapi suatu saat kalau terbiasa main seperti ini, akan berguna. Nanti kita akan bahas.

“We’re really big on playing ‘same side’ and work on it.” — Declan Rice.

Transferable Skills. Memanfaatkan skill-skill yang sudah dimiliki sesuai kebutuhan tim.

Oke. Next! Yang beda dari Rice versi West Ham dan Arsenal…

🎯 Menjadi lebih produktif dalam mencetak gol dan assist

Dua poin “Good Height” dan “Same Side” itu tadi akan nyambung ke produktivitas Rice dalam membantu mencetak gol dan assist, baik secara tidak langsung atau secara langsung.

Secara tidak langsung: Gol Gabriel Jesus vs Luton (A)

Di sini nggak gimana-gimana banget. Rice lebih ke menerima bola dan reaksi pertamanya adalah mencari posisi untuk lebih maju dan agak ke kanan dikit.

Efek berantai-nya, lapangan serasa lebih “sempit” ke kanan dan banyak pemain lawan terpancing ke sana, tapi ternyata itu yang membuka ruang di sisi lainnya.

Secara langsung: Assist Rice vs Sheffield (H)

Di sini, lebih terlihat lagi peran Rice. Satu hal yang menurut saya simpel tapi berdampak adalah Rice “nahan” untuk nggak turun jemput bola dan membiarkan dirinya dalam penjagaan.

Rupanya, dengan melakukan itu, kombinasi bola di sisi kanan membuat ada celah untuk Rice masuk ke ruang yang nggak terjaga dan kirim assist ke Eddie Nketiah!

Terus, ada lagi nih…

Kalau mau dicoba sambung-sambungin, gol Rice vs Chelsea di Stamford Bridge juga hasil dari membangun habit ini… Kalau Rice nggak terbiasa buat cari posisi di sana, mungkin bola sambaran Robert Sanchez nggak akan mendarat di kaki Rice.

Kira-kira itu yang bisa saya notice dari hasil belajar Declan Rice untuk menterjemahkan kemampuan yang dia punya ke cara main Arsenal.

“I'm honestly seeing the game in a completely different way already. Tactically, on the ball, off the ball. I'm happy to know I'm learning so much because I'm trying to push myself to learn.”

DECLAN RICE

Ada satu lagi yang beda dari Rice versi West Ham & Arsenal, corner kick. Kita bahas di bagian selanjutnya…

📐 Corner Kick Masterclass?!

Yes! Ini bagian yang saya excited banget bahasnya. Karena jujur nggak expect Declan Rice akan punya eksekusi corner kick yang mematikan.

Bayangin, habis break di Dubai, pulang-pulang bawa oleh-oleh assist corner kick pas lawan Crystal Palace di Emirates. Unexpected.

Sejak itu, angka corner kick Rice meningkat 329% ketimbang waktu di West Ham. Benar-benar dieksploitasi senjata baru ini.

Nah, setelah dipikir-pikir, kayaknya Rice bukan yang tiba-tiba jadi jago corner deh… Pasti sebelumnya juga udah oke range passing-nya.

Ya, kan?

Operan-operan diagonal yang langsung mengarah ke pemain sayap di sisi sebaliknya (Switch). Dari waktu Rice di West Ham sudah sering dilakukan.

Nah, tapi ada satu masalah. Arteta nggak begitu suka dengan tipe operan begini.

“The manager doesn’t like diagonals, really,”

“He does like diagonals if you’re going to gain an advantage from it.”

DECLAN RICE on The Athletic piece, Declan Rice: My game in my words

Ada benarnya juga, sih. Soalnya kadang-kadang mengirim bola langsung ke depan belum tentu bikin serangan jadi lebih lancar.

Dari saat tanding lawan Liverpool di FA Cup

Plus, operan tipe begini juga kalau dibiasakan, jadi menghambat proses belajar Rice untuk “Good height” dan “Same side” — Soalnya ada potensi akan jadi bergantung ke operan direct ke sayap alih-alih men-support dengan umpan-umpan pendek.

Makanya, seperti yang tadi sudah saya tulis di atas: Switches berkurang 78% dibanding waktu di West Ham.

“Eh bentar-bentar. Ini kan mau ngomongin corner. Kok jadi ke mana-mana?”

Nah. Ini dia bridging-nya:

“They (Arteta and Jover) just said to me, ‘You can put the ball anywhere you want. You have the ability to go far, go short’. And I was like, ‘Yeah, let’s just try something’. Obviously, I got the assist against Palace and I’ve stayed on them since.”

DECLAN RICE on The Athletic piece, Declan Rice: My game in my words

You can put the ball anywhere you want. Kurang lebih ada irisannya dengan kemampuan Rice mengirim bola “Switch” pada GIF atas.

Bola melengkung nggak terlalu cepat, nggak terlalu lambat, kemudian jatuh sering pas di kaki atau dada penerima. Akurat.

Plus, udah dicoba juga toh buat free-kick?

Mayan kannn

Lalu, kenapa nggak sekalian kemampuan ini dipakai buat corner? Yang mana akan lebih berguna, karena:

  • Rice akan punya lebih banyak ruang dan waktu untuk menyiapkan umpan yang akurat

  • Penerima umpan akan secara otomatis saling support karena berdekatan. Ya walaupun karena namanya juga corner, sih. Kita berdekatan, lawan juga berdekatan

  • Tapi ketika bola lepas, lebih besar kemungkinannya untuk bikin peluang lagi karena lebih banyak pemain yang di dekat gawang

Jadi kebayang, tim pelatih Arsenal men-discover peluang buat pakai Declan Rice sebagai eksekutor corner kick di tengah-tengah sesi latihan…

Dongeng

Anyway, memanfaatkan Declan Rice buat jadi eksekutor corner kick itu ide yang oke banget sih, dari 2 alasan ini:

  • Teknik operan bola Declan Rice, sudah kita bahas

  • Declan Rice pakai kaki kanan. Pas buat ngambil bola corner di kiri dengan posisi badan menghadap lapangan. karena lebih mudah bolanya untuk ngayun ke dalam (Inswinging). Jadi kalau kita bayangin kira-kira kayak di gambar ini

Ada hal yang dilewatkan juga sih dengan menaruh Rice di spot corner. Rice tidak bisa jadi “big man” di kotak penalty untuk menerima bola, juga ketika situasi counter attack dari corner, tidak bisa jadi yang pertama kali bereaksi.

Yah, tapi mungkin itu “trade-off” untuk bisa menyaksikan gol semacam di GIF di bawah ini, ya. 😄 

Kiiiing Kaiiii!!!

Transferable Skills. Again.

🍚 Dua jiwa dalam satu tubuh: Partey & Xhaka

Pindah topik. Sekarang mau bahas perbandingan Declan Rice di 23/24 dengan Thomas Partey & Granit Xhaka di 22/23.

Setelah hampir semusim kita melihat Declan Rice bermain, kita tahu kalau Rice sudah bermain di posisi Partey & Xhaka.

Perbandingan ini juga semoga bisa menjawab kelebihan dan kekurangan Rice dibanding pendahulunya.

Yak! Kembali lagi di perbandingan angka-angka. Kali ini, saya bandingkan angka Partey vs ketika Rice start di “6” dan Xhaka vs ketika Rice start di “8”

Saya akan ambil angka-angka yang menurut saya penting untuk dibahas.

Yang beda dari Rice di Arsenal sebagai “6” & “8” dibanding Partey & Xhaka 22/23 (Premier League):

  • vs Partey: Through ball berkurang 78% dan Passes Completed (Long) berkurang 30% ⬇️ 

  • vs Partey: Successful Take-Ons (Melewati hadangan lawan) berkurang 49%  ⬇️ namun Carries into Penalty Area bertambah 149% ⬆️ 

  • vs Partey: Ball Recoveries berkurang 47% ⬇️ 

  • vs Partey: Shots, Goals, Goal-Creating Actions bertambah masing-masing 44%, 24%, dan 24% ⬆️ 

  • vs Xhaka: Through ball berkurang 100% dan Passes Completed (Long) berkurang 17% ⬇️ 

  • vs Xhaka: Passes into Penalty Area berkurang 17% dan Successful Take-Ons (Melewati hadangan lawan) berkurang 30% ⬇️ namun Carries into Penalty Area bertambah 156% ⬆️ 

  • vs Xhaka: Tackle + Interception bertambah 135% ⬆️ 

Jika kita bandingkan Rice dan Partey sebagai “6” - Sebenarnya saya nggak akan bilang mana lebih baik dari yang mana. Yang membedakan Rice dan Partey adalah estetika.

Thomas Partey akan secara otomatis mencari siapa yang terdepan setelah ia bisa menguasai bola. Lalu ia mengirim umpan ke pemain terdepan yang memungkinkan. Biasanya umpan dikirim lurus, vertikal — Through balls.

Sedangkan Rice, walaupun dibilang umpan-umpannya lebih “aman”, sampai-sampai kadang kita geregetan kalau nonton TV…

Sebenarnya progressive pass-nya juga banyak. Di musim ini kedua terbanyak setelah Ødegaard.

Namun, eksekusinya bukan umpan yang selalu membelah antar lini dan melewati banyak lawan walaupun ya sebenarnya cukup efektif juga dalam menemukan pemain di depan, hanya saja kelihatannya nggak seindah Partey.

Itu juga hal yang jadi catatan untuk Rice ketika ia masih di West Ham.

Kalau kita lihat di Premier League saja: Through balls ini yang jadi pembeda utama Declan Rice dan Thomas Partey. Musim lalu dan musim ini berbeda jauh. Partey punya 11, Rice baru punya 2.

Bahkan Xhaka pun punya 6 through balls musim lalu. Plus, di musim lalunya Rice bareng West Ham, setidaknya dia punya 4 through balls (Rank 5 di tim-nya). Namun saat ini, Rice hampir tidak menggunakan through ball.

Jadi, saya rasa ini lebih di masalah estetika, tentang bagaimana seorang pemain membawa bola ke depan.

Kalau kita lagi nonton, mungkin melihat aksi-aksi Partey maupun Xhaka berasa lebih “enak dilihat” dan “berani” dibanding Rice. Sebagai tambahan, Partey dan Xhaka juga lebih banyak kirim umpan panjang.

Siapa nomor 1 di Team Rank? Yup, it’s Martin Ødegaard!

Saya melihat perbedaan angka ini bukan sebagai hal yang begitu mengkhawatirkan, karena saat ini tugas untuk memberi umpan yang presisi ke jantung pertahanan lawan lebih banyak diemban oleh Martin Ødegaard.

Malah, secara squad, through ball kita lebih banyak dari musim lalu… 2022/23 (86) dan 2023/24 (100).

Tapi, kenapa sih Rice nggak mau coba buat through ball aja? Bukannya sebenarnya harusnya dia bisa karena dia bisa umpan dekat maupun jauh? Tadi di atas kan juga ada GIF-nya.

Saya punya asumsi, kalau ini berkaitan dengan konsep “Good height” dan “Same size” — Mungkin Rice masih cukup ‘kaku’ dalam pemilihan umpan-umpannya.

Sepertinya ketika udah lebih banyak main, Rice jadi lebih berani buat keluar dari pakem dan melepas umpan-umpan yang lebih berani. Makin banyak main, lebih ngerasa “feeling” di tim.

Nah, cuman untuk sekarang, sebisa mungkin, umpan yang dilepaskan cukup terjangkau untuk Rice men-support kawannya yang diumpan. Jadi jarak antarpemain dan kemungkinan kombinasi tetap terjaga.

Sebagai gantinya, Rice punya cara sendiri untuk memastikan dia juga bisa berperan dalam membawa bola ke depan, yaitu dengan literally dibawa, digiring… 😄

Yoiiii~

Kita bisa lihat dari angka Carries into Penalty Area (atau Carries secara keseluruhan) yang jauh lebih banyak dari Partey maupun Xhaka.

Dengan cara ini, Rice tetap ada dalam kontrol bola walaupun sedang bergerak maju ke depan. Istilahnya, bola tidak ditinggal dan kawan-kawannya bisa bergerak menyesuaikan giringan Rice untuk memberi support.

Ujung-ujungnya, bola sampai depan kan? Cuma caranya saja beda

Karena bisa dibilang lebih aman buat membawa bola ke depan, mungkin itu juga yang jadi penyebab Rice lebih produktif dari Partey maupun Xhaka (Di luar assist-nya dari corner). Sedekat mungkin dengan gawang → Lebih besar peluang untuk mengancam gawang lawan.

Ke-”aman”-an ini juga terlihat ketika Rice menerima bola. Dalam menerima bola, Rice lebih sedikit mencoba untuk mengalahkan press lawan dengan melakukan gerakan tipuan dan melewatinya (Take-On). Hal yang lebih sering dilakukan Partey.

Masih ingat kan apa yang terjadi ketika Partey coba menggocek… Declan Rice? :’)

Rice juga tidak lebih rentan untuk salah kontrol maupun kehilangan penguasaan bola sekalinya ia memegang bola. Sekalian deh saya jembrengin angka-angka fb-ref-nya:

  • Successful Take-On (per 90 menit, fb-ref)

    • Rice “6”: 0.50

    • Rice “8”: 0.77

    • Partey 22/23: 1.27

    • Xhaka 22/23: 0.45

  • Miscontrols (Lebih sedikit lebih baik)

    • Rice “6”: 0.86

    • Rice “8”: 0.85

    • Partey 22/23: 1.20

    • Xhaka 22/23: 1.05

  • Dispossessed (Lebih sedikit lebih baik)

    • Rice “6”: 0.50

    • Rice “8”: 0.69

    • Partey 22/23: 0.69

    • Xhaka 22/23: 0.75

Yang terakhir, dari sisi bertahan. Ketika Rice bermain sebagai “8”, catatan Tackle + Interception-nya 135% di atas Xhaka. Kontribusi bertahan ini yang akan kita bahas di bagian selanjutnya…

Tapi sebelum kita lanjut, saya mau sampaikan dulu satu statement ini:

Declan Rice saat ini bermain bergantian di dua peran dan posisi. Hal itu tidak lantas menjadi pemain yang punya segala kemampuan di dunia ini, namun lebih kepada bagaimana ia menerjemahkan kemampuan yang selama ini ia miliki untuk bermain di dua peran dan posisi yang berbeda.

“We thought (his goal output) was going to be very related to the spaces he was going to occupy on the pitch,” explains Arteta. “But then it’s something else to do it in this league. He’s done it. Credit to him. Even when we’ve changed him from position to position, it’s not easy to adapt to that, so I think he deserves a lot of credit for that.”

MIKEL ARTETA on DECLAN RICE PLAYING ON DIFFERENT POSITIONS

Tidak masalah menurut saya kalau Rice tidak skillful di semua hal, toh skill yang beragam bisa berjalan beriringan, tergantung meraciknya… Contohnya di gol Trossard ini. Naluri Partey untuk mengoper lurus ke depan dan Rice untuk menggiring bola ke daerah lawan berbuah manis. 😆 

✨ Efek Declan Rice membuat lapangan jadi punya kita

Mari kita beralih ke bagian di mana Rice tidak pegang bola (Out of Possession).

Bagian ini akan saya mulai dari sharing perbandingan angka-angka fb-ref saat Declan Rice start sebagai “8” & sebagai “6”

Saya akan ringkaskan bagian-bagian penting dari tabel ini:

  • Ketika Rice main sebagai “8” dan “6” maka wajar jika ada beberapa angka yang lebih tinggi ketika main di posisi yang berbeda. Misal:

    • G/A & Shots lebih tinggi di “8” - Wajar

    • Passing lebih tinggi di “6” karena Rice akan lebih banyak dijadikan tujuan passing - Wajar

    • Possession - Lebih tinggi di Attacking 3rd dan Attacking Penalty sebagai “8” - Wajar

  • Yang menurut saya nggak begitu wajar:

    • Defensive & Duels yang nggak berbeda jauh baik sebagai “8” maupun “6” di semua zona. Terlihat dari Defensive 3rd, Middle 3rd, maupun Attacking 3rd. Angka-angka lainnya juga nggak jauh beda satu sama lain

Artinya, kemampuan Rice dalam “berpatroli” menjaga lini tengah tetap akan keluar, walaupun ia dimainkan sebagai gelandang terdalam atau gelandang yang sedikit lebih maju.

Grafis ini juga cukup mendukung bahwa jangkauan Rice memang benar-benar luas dan menyeluruh ke seluruh sisi lapangan.

Temuan data ini senada dengan apa yang dikatakan Rice ketika saat bermain, ia sedang tidak pegang bola.

“I know about timing, about when to tackle, it’s about patience and knowing when I can get there and when I can’t. If I can’t get there, I’ll just try to delay.”

DECLAN RICE on The Athletic piece, Declan Rice: My game in my words

Tadi juga sudah disinggung sedikit di awal tulisan, bahwa Rice bilang: “I’m already reading the situation two steps before.” Di kepalanya, seakan-akan sudah ada mindset kapan harus nongol untuk rebut bola dari lawan.

Lalu, mindset itu dilengkapi dengan teknik yang unik, namun efektif. Yaitu menjejakkan kaki, hampir seperti sliding tackle (tapi bukan) untuk merebut bola dari lawan.

Kenapa metode ini unik? Karena dampak yang dihasilkan ke lawan hampir setara dengan sliding tackle, tekanannya lebih kuat daripada tackle dengan berdiri.

Tapi karena Rice nggak sepenuhnya sliding, jadi posisi badannya nggak jatuh dan bisa cepat recover. Cepat berdiri kalau berhasil, dan cepat mengejar lagi kalau amit-amit tackle-nya gagal.

Entah gimana caranya dia bisa terbiasa seperti itu, karena kalau dicoba susah banget. Apalagi habis lari kencang. Menjejakkan kaki, lalu curi bola. Perlu fisik yang benar-benar prima.

Exciting!

Itu baru satu bagian dari "patroli” Declan Rice di lapangan tengah. Bagian yang nggak kalah pentingnya adalah perannya dalam “mempersempit” lapangan ketika lawan dapat bola.

Dengan melakukan itu, lawan nggak punya banyak waktu untuk mikir dan seringkali tergesa-gesa dalam mengalirkan bola. Entah mereka mesti umpan panjang tanpa arah, atau lebih parah, aliran bolanya bisa kita potong.

Counter-pressing,” Rice says. “He (the manager) is massive on that.

“‘Men up the pitch’, he calls it. As soon as you lose the ball, head down, sprint back as fast as you can and get back into position. He’s drilled that mentality into everyone.”

DECLAN RICE on The Athletic piece, Declan Rice: My game in my words

Counter pressing. Arteta menanamkan ini lekat-lekat di kepala setiap pemain, termasuk Declan Rice. Ini salah satu contoh di pertandingan lawan Brighton (H)

Pusing banget jadi lawannya Arsenal

Kembali lagi, saat tidak pegang bola pun Rice menerapkan konsep “Good height” dan “Same side” — Rice menjaga jarak yang terjangkau dengan pemain-pemain lain dan jeli melihat kapan dia harus geser kanan atau kiri.

Lalu, kemampuan Rice untuk membaca permainan itu nggak terikat posisi. Mau dia main sebagai “6” atau “8”, tetap saja bisa terlibat dari sisi pressing mau pun perebutan bola. Misalnya saat lawan Liverpool di Emirates. GIF di bawah:

Usaha bertahan Declan Rice sudah dimulai sejak awal sekali, sejak lawan akan mulai berpikir mau menyerang.

Tapi, kalau semisal lawan sudah terlanjur bypass pressing tinggi kita gimana?

Gak masalah… Rice bisa membaca permainan dua langkah di depan dengan kondisi lawan di depannya DAN di belakangnya. Kemudian dia akan mengejar dengan spartan dan yes, teknik tackling-nya yang maut itu akan keluar.

Come onnn!

Sedikit balik ngebahas tackle lagi deh, hehe.

Melihat Rice melakukan tackle-tackle seperti ini membuat kita “Uhhh” atau “Wowww” ketika menontonnya. Soalnya, memang benar-benar bersih dan kuat. Satisfying aja gitu…

Rice juga sadar itu, dia bilang begini:

“We speak about that before every game — a big tackle sets the crowd on fire

DECLAN RICE on The Athletic piece, Declan Rice: My game in my words

Ketika seseorang melakukan apa yang dia bisa dengan level mendekati sempurna, maka yang melihatnya juga akan berdecak kagum. Dalam konteks Declan Rice, bisa dibilang itu adalah usaha-usahanya di luar pegang bola (Out of Possession).

Lapangan jadi seakan lebih sempit, juga Declan Rice seakan-akan tiba-tiba muncul di mana-mana, berkat kemampuannya dalam membaca permainan, fisiknya yang prima, dan tekniknya yang paten.

Efeknya, lapangan seakan-akan punya kita doang…

Saya rasa, pembahasan Out of Possession jadi bagian yang paling penting dari artikel ini. Soalnya, saya rasa ini tanda bahwa Arsenal benar-benar serius dalam terus berkembang dalam ranah ini. Harga transfer yang jadi rekor klub sudah sangat membuktikannya.

Sengaja juga saya tulis ulasan Declan Rice selengkap mungkin sebelum kita bertandang ke Old Trafford…

Hati saya berteriak nggak rela kalau sampai kita nggak menang lawan tim yang strukturnya seperti gambar di bawah ketika nggak pegang bola. Terlebih lagi memperhitungkan keseriusan kita membenahi aspek Out of Possession.

Ada Declan Rice sekalipun, saya ragu bisa memperbaiki ini…

Penutup

Saya akan menutup artikel ini dengan ringkasan satu kalimat dari masing-masing bagian. Siapa tahu ulasan di atas nggak dibaca kata per kata kan 😢 

  • Apa yang dibawa dari West Ham? Kemampuan terlibat dalam setiap fase permainan, terima bola dan passing dengan range bervariasi, serta kemampuan membaca permainan hingga tahu kapan harus tackle, kapan harus lari bawa bola, dst

  • Bagaimana ketika sampai di Arsenal? Kemampuan yang dibawa dari West Ham diterjemahkan jadi kemampuan untuk sirkulasi bola lebih dekat ke gawang lawan serta lebih produktif dalam gol dan assist. Transferable Skills!

  • Corner Kick Masterclass?! Lagi-lagi, Transferable Skills. Dari kemampuan mengirim bola switch ke pemain sayap, dialihkan jadi kemampuan mengirim corner kick yang akurat

  • Dua jiwa dalam satu tubuh: Partey & Xhaka. Rice mampu mengisi posisi Partey maupun Xhaka dengan gayanya sendiri. Tidak terlalu menonjol di through ball, tapi ditebus dengan giringan bola serta ke-”aman”-an-nya dalam menjaga bola

  • Efek Declan Rice membuat lapangan jadi punya kita. Soal usaha Rice saat Out of Possession. Mulai dari teknik tackling sampai counter pressing

Kemudian, yang nggak kalah penting. Kita sepertinya juga perlu tahu bahwa Declan Rice belajar ini nggak serta-merta bisa. Ia mengakui bahwa untuk bisa memainkan peran sebagai midfielder Arsenal itu susah. Banget.

“I’ve never done that in my life, so it’s my first year learning that, which has been really different.”

DECLAN RICE on PLAYING AS ARSENAL MIDFIELDER

Tapi, yang membakar semangatnya untuk tetap terus menerus mengulik permainannya, hingga akhirnya lebih valuable untuk Arsenal adalah semangat belajarnya yang terus menerus ia utarakan.

Declan Rice, sadar ia masih harus banyak belajar.

“I'm already seeing football in a completely different way. You think you know football growing up and when you play, but when you meet managers like Mikel, you realise you don't really know anything about football. There are different styles and different ways of playing that I've never experienced before.”

Declan Rice, merencanakan yang harus ia lakukan untuk catch-up.

I'm really eager to learn to improve, to ask questions, to do one-to-one training to improve and try and get it as quickly as possible.

Declan Rice, punya visi akan seperti apa hasil belajarnya kelak.

"I think once all of that clicks, once we get those first couple of games under our belt and things start to flow, I really believe in this squad. I believe in the manager and of course with me as well. I just want to improve, want to learn, want to get better, want to understand how the manager wants to play. I want to understand the others and how they play. I'm sure once all that comes together, I'll feel exactly how I want to feel in terms of why I came to Arsenal to improve. So just hoping it's a successful season, but time will tell."

Mental pembelajar itu yang membawanya cepat berprogress jadi pemain Arsenal terpenting saat ini.

Mental pembelajar, sebagai pondasi untuk meraih apa pun yang kita tuju. Jangka pendek, jangka panjang.

Saya yakin, at some point, yang dibilang Declan Rice ini relate sama kita. 😄 

Come on you Gunners!